Rabu, 05 Desember 2012

Bupati Angkat Tangan Selesaikan Sengketa Lahan



PALANGKA RAYA
Pemerintah Provinsi Kalteng sudah menyurati para Bupati, untuk menyelesaikan sengketa lahan antara masyarakat dengan investor diwilayah masing-masing. Tetapi, Bupati angkat tangan alias tidak mampu menyelesaikannya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalteng Siun Jarias, mengatakan jumlah sengketa lahan antara investor dengan masyarakat sekitar 300 kasus lebih. Yang berhasil diselesaikan sekitar 10 persen saja.
“Sengeketa lahan paling banyak antara perusahaan besar kelapa sawit dengan masyarakat. Sedangkan, di sektor pertambangan sedikit,” kata Siun Jarias, wartawan di Ruang Kerjanya, Selasa (30/10).
Untuk menyelesaikan sengketa lahan lanjut Siun, Pemprov Kalteng sudah membentuk tim. Karena ada keterbatasan Pemprov Kalteng meminta bantuan kepapa Bupati untuk ikut terlibat dalam penyelesaian. Tetapi, Bupati sebagai kepala daerah tak mampu untuk menyelesaikkannya, sehingga sengketa lahan, dibiarkan begitu saja.
Sekda Kalteng itu menjelaskan, sebelum perusahaan besar kelapa sawit masuk ke Bumi Tambun Bungai, tidak pernah terjadi pemasalahan sengketa lahan. Tetapi, kondisi itu justru terbalik, semenjak investor masuk sengketa lahan marak terjadi.
Selain itu, investor selalu mengunakan kekuatan tertentu untuk mengintimidasi masrakat, sehingga tidak berdaya. Kondisi tersebut justru membuat masalah baru bahkan bisa mengakibatkan konflik yang tidak diinginkan.
Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran, mengatakan sengketa lahan di Bumi Tambun Bungai semakin meningkat, bahkan mengakibatkan kerugian tidak hanya harta, tetapi sudah memakan korban jiwa. Untuk itu, permasalahan sengketa lahan perlu menjadi perhatian serius.
“Di wilayah kabupaten/kota saat ini, sengketa lahan yang paling banyak terjadi antara masyarakat dengan perusahaan sebagai pelaku usaha di Kalteng,” kata Mantan Bupati Barito Selatan ini.
Permasalahan sengketa lahan terjadi, karena masyarakat merasa tanah pribadi atau tanah adat diambil oleh perusahaan tanpa izin. Sedangkan, perusahaan mengkalim areal yang dimiliki mereka sesuai dengan izin diberikan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Menghadapi masalah sengketa lahan, Pemprov Kalteng membuat kebijakan stategis dan menghidupkan kembali karifan lokal masyarakat bersama kekayaan istiadat budaya dan hukum adat.
“Pemprov Kalteng menetapkan Perda Nomor 16 Tahun 2008 tentang kelembagaan adat dayak Kalteng dan tindaklanjuti dengan Pergub Nomor 13 Tahun 2009 tentang tanah adat dan hak-hak adat diatas tanah,” katanya.
Dengan kebijakan tersebut kata Diran, Pemprov Kalteng terus mencoba memperkuat lembaga keadaan untuk menjaga, melestarikan dan mengangkat harkat dan martabat masyarakat ada di Kalteng.
Upaya pengakuan terhadap kelembagaan dan masyarakat adat akan berdinamika dengan sistim hukum nasional yaitu pengaturan otonomi daerah, pengaturan sumberdaya alam, pengaturan pengadilan serta sosiologis masyarakat adat.dod

Tidak ada komentar:

Posting Komentar